MauidzohHasanah oleh Romo KH Abdullah Kafabihi Mahrus pengasuh Pondok Pesantren lerboyo.pentingnya pendidikan pesantren untuk para generasi penerus kita unt
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Nama lengkap beliau adalah Abdullah Kafabihi Mahrus. Lahir di Kediri tanggal 2 September 1960. Merupakan putra ke-12 dari 14 bersaudara dari KH. Mahrus Aly dan Ny. Hj Zainab dan cucu pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri yaitu KH. Abdul kini berdomisili di ndalem yang ada di Pondok Unit HMC, tepat di JL. kh. Abdul Karim Desa Lirboyo Kecamatan Kota Mojoroto. kediri. Secara geografis dari sisi timur P3HMQ berjarak 100 m dari pondok induk Lirboyo dan dari sisi barat rumah desa Lirboyo juga 100 M Maghfurlah KH. Imam Yahya Mahrus. Sebagai seorang anak, dia adalah anak yang cukup keras kepala. Mungkin karena ia lebih cenderung bergelut dengan dunia pendidikan umum dibandingkan dengan dunia pesantren, sedangkan ayahnya, KH. Mahrus 'Aly lebih menyukainya karena ia lebih fokus pada studi agama. Sampai suatu hari ayahnya memanggilnya, dia mendapat buku aljabar dari ayahnya dan bertanya "Pelajaran macam apa ini? Mengapa belajar seperti itu?". Sejak saat itu, hatinya tergerak untuk mempelajari agama ketimbang pendidikan umum. Semasa muda, ia mengenyam pendidikan di Pesantren Lirboyo tepatnya di Madrasah Hidayatul Mubtadien. Setelah lulus, ia memperdalam ilmunya di Pon-Pes Al-Fadllu Kaliwungu, Kendal yang diasuh oleh KH saat itu. Dimyathi Ro'is. Dari sekian banyak putra KH. Mahrus Aly, hanya Buya panggilan santri perempuan yang diajak oleh Mbah Kyai Dimyathi membacakan Al-Qur'an untuknya, namun dengan syarat ia tidak boleh menceritakan kepada siapa pun tentang Al-Qur'an Mbah Dimyathi mengajarkan Al Quran kepada Buya sangat unik. Cara beliau mengajar tidak terbatas ruang dan waktu. Mbah Dimyathi juga mengajari Buya Al-Qur'an di mana-mana, ketika di sawah dia juga mengaji di sawah, ketika di kolam dia juga mengaji di kolam. Dengan hanya berbekal badan dan pakaian yang Buya kenakan, ia sudah siap mengikuti perintah gurunya. Setiap kali, Buya harus berdiri dan menunggu amanat dari gurunya. Suatu hari Buya diajak Buya Dim ziaroh untuk berziarah ke makam Sunan Ampel, tiba-tiba dia diberitahu bahwa nantinya Buya sendiri akan menjadi penerus KH. Mahrus Ali. Tiba-tiba dia kaget ketika mendengar hal itu, dia langsung bergegas pulang dan memberi tahu ayahnya. Di usia yang relatif muda kurang lebih 25 tahun ia memiliki amanah yang cukup besar, yaitu melanjutkan perjuangan ayahnya untuk menyediakan sebuah pondok pesantren. Pada tanggal 30 September 1985, beliau berhasil mengikuti salah satu amalan Nabi, yaitu menikahSeorang wanita saleh dari Cirebon, Ny. hj. Azzah Nur Laila dipilih oleh KH. Mahrus Aly sebagai menantunya. Dari prosesi pernikahan yang dipimpin oleh KH. Mahrus Aly, alhamdulillah sampai saat ini dia dan keluarganya hidup sakinah, mawaddah, warrohmah. Dia adalah orang yang aktif dalam organisasi. Beberapa organisasi besar yang pernah diikutinya adalah PCNU Kota Kediri selama dua periode 2004-2012 sebagai pengurus, PBNU Pusat 2010-2015 sebagai ketua Syuriah dan MUI Kota Kediri 2009-sekarang sebagai ketua. Ia juga kini menjadi salah satu wali utama Pon-Pes Lirboyo dan Rektor Institut Agama Islam Tribakti IAIT Kediri, melanjutkan amanah yang pernah dipegang oleh ayahnya, KH. Mahrus Aly dan saudaranya KH. Imam Yahya Mahrus. Ada yang unik dari dirinya yang mungkin tidak ditemukan di belahan dunia manapun, yaitu ia tidak pernah memakai celana dalam segala aktivitas apapun. "Meski kapasitas saya sebagai rektor, saya terikat pada Pon-Pes Lirboyo, karena Pon-Pes selalu identik dengan Sarung". Jelas dia adalah rektor IAIT, di kalangan mahasiswa dia dikenal sebagai orang yang tenang, sabar, ulet, pengertian dengan orang lain, 'alim, dan ilmu tasawufnya sangat tinggi. Terbukti ketika beliau menyampaikan mauidzah hasanahnya dan ketika beliau berperilaku beliau menunjukkan kebijaksanaannya khususnya dalam bidang tasawuf. Tak hanya itu, ketika diundang oleh organisasi yang terkait dengan kemahasiswaan atau lembaga sosial, ia selalu hadir meski hanya sebentar, kecuali ada kendala yang sangat berarti. Inilah salah satu ciri beliau yang disenangi oleh para siswa sehingga mereka mengaguminya. 1 2 Lihat Sosbud SelengkapnyaBernamalengkap Abdullah Kafabihi Mahrus. Lahir di Kediri tanggal 2 September 1960. Beliau adalah putra ke 12 dari 14 bersaudara dari pasangan KH.Mahrus Aly dan Ny. Hj Zainab. Bernama lengkap Abdullah Kafabihi Mahrus. Lahir di Kediri tanggal 2 September 1960. Beliau adalah putra ke 12 dari 14 bersaudara dari pasangan Aly dan Ny. Hj Zainab. Sewaktu masih muda, beliau pernah mengenyam pendidikan di SMPN 4 Kediri, kemudian ke jenjang atasnya lagi di SMAN 1 Kediri. Juga pernah pada waktu beliau umur 9 tahun beliau diajak ayahnya mondok di Rembang, Langitan asuhan Senori Tuban. Beliau juga pernah nyantri di Pon-Pes Al-Fadllu Kaliwungu yang diasuh oleh Ro’is. Tercatat beliau juga seorang yang aktif dalam berorganisasi. Beberapa organisasi besar yang pernah beliau ikuti adalah NU dan MUI. Dalam hidup beliau bukanlah sosok orang yang muluk-muluk. Dari cara berpakaian beliaupun sangat santun dan sederhana, yang paling penting bagi beliau adalah bisa menyebarkan syari’at agama islam, karena itu merupakan motto dalam hidup beliau. Di kalangan para santri beliau terkenal dengan sosok yang ulet. Beliau juga selalu berusaha untuk istiqomah mengisi pengajian para santri dalam keadaan apapun. Sangking istiqomahnya beliau dalam mengaji, sampai-sampai ketika ada tamu agung atau dzuriah beliau yang datang, beliau tetap menyempatkan untuk mengisi pengajian para santri walaupun cuma lima menit. Hal tersebut beliau lakukan semata-mata hanya untuk menjaga keistiqomahan beliau dalam mengaji. Disaat waktu senggangpun, tak beliau gunakan waktu tersebut dengan percuma. Bahkan dalam keadaan tinda’anpun red bepergian sisa waktu senggang yang ada, tidak beliau sia-siakan hanya dengan jalan-jalan saja, namun beliau isi dengan muthola’ah kitab-kitab yang pernah dipelajari beliau dulu. Semasa kecil beliau, beliau adalah sosok anak yang terbilang bandel. mungkin hal ini dikarenakan beliau lebih condong untuk menggulati dunia pendidikan umum dari pada dunia pesantren, padahal ayahandanya, KH. Mahrus Aly lebih meridloi beliau untuk lebih fokus dalam menggeluti ilmu agama. Hingga suatu hari beliau dipanggil ayahandanya, beliau ditunjukkan buku aljabar oleh ayahandanya dan ditanya “ Ini pelajaran apa? Untuk apa belajar seperti ini? ” Sejak sa’at itulah beliau terketuk hatinya untuk lebih mendalami ilmu agama dari pada pendidikan umum. Pada sa’at usia beliau menginjak 16 tahun, beliau belum bisa memaknai kitab dengan tulisan pegon, jadi ketika memaknai kitab beliau cukup dengan tulisan utawi, iki, iku, dll. Dari sekian banyak putra Aly hanya Buya panggilan santri putri pada beliau saja yang diajak mbah Kyai Dimyathi untuk ngaji pada beliau, tapi dengan syarat beliau tidak boleh memeberitahukan perihal ngajinya pada siapapun. Jika nanti ditanya, Mbah Kyai Dimyathi mengutus Buya untuk menjawab “ Diajak dolan Mbah Dimyathi ” red ; jawa . Cara mengajar mengaji mbah Dimiyathi kepada Buya sangat unik. Metode pengajarannya tidak terbatas pada ruang dan waktu. Mbah Dimiathi mengajar ngaji Buya dimana saja, kalau lagi di sawah ngajinya juga di sawah, kalau lagi di kolam ngajinya juga di kolam. Dengan hanya berbekal badan dan baju yang Buya kenakan, beliau siap untuk patuh pada perintah gurunya itu. Setiap waktu Buya harus standby menunggu mandat dari gurunya. Untuk masalah makan dan minum beliau masih numpang pada Kyai. Pernah suatu hari Buya diajak oleh mbah Dim ziaroh ke makam sunan Ampel, tiba-tiba beliau diberitahu bahwa nantinya yang akan menjadi penerus Aly adalah Buya sendiri. Sontak beliau kaget mendengar hal tersebut, beliau bergegas pulang dan menyampaikan hal tersebut pada ayahandanya. Dalam usia yang relatif muda kira-kira 25 tahun , Buya sudah mengemban amanat yang cukup besar yaitu meneruskan perjuangan ayahnya dalam mengasuh pondok pesantren. Pada tanggal 30 September 1985, Buya telah berhasil mengikuti salah satu tindak lampah Rosulullah. Seorang wanita solehah yang berasal dari Cirebon Nur Laila telah dipilih oleh KH. Mahrus Aly sebagai menantu beliau. Dari prosesi perjodohan yang dilakukan oleh Aly tersebut, alhamdulillah hingga saat ini Buya dan keluarga hidup sakinah, mawaddah, warrohmah. Dari buah pernikahan Buya dengan Nur Laila melahirkan 4 anak laki-laki dan 7 anak perempuan yang kelak salah satu diantara mereka akan menggantikan Buya dalam mengasuh pondok ini. Ketika seorang muslim tumbuh dewasa dan materi sudah mencukupi, alhamdulillah tak jarang sebagian dari mereka ingat dengan rukun islam yang terakhir. Begitu juga dengan Buya. Akhirnya dengan bekal yang mencukupi, Buya berangkat menuju rumah Allah untuk melaksanakan haji. Pada saat haji, banyak sekali kejadian yang beliau alami dan tak akan beliau lupakan. Salah satunya adalah beliau pernah mengaji pada syeikh Yasiin al Fadani guru Buya saat di Makkah . Dan tentunya kita sebagai santri beliau, ingin mendapatkan barokah ilmunya. Semoga!.Amiiin……….. Ditahun 1929 M, KH. Mahrus Aly melanjutkan ke Pesantren Kasingan, Rembang, Jawa Tengah asuhan KH. Kholil. Setelah 5 tahun menuntut ilmu di pesantren ini (sekitar tahun 1936 M) KH. Mahrus Aly berpindah menuntut ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Karena sudah punya bekal ilmu yang mumpuni KH. Mahrus Aly berniat tabarukan di Pesantren Lirboyo. Namun beliau malah diangkat menjadi Pengurus Pondok dan ikut membantu mengajar. KH Abdullah Kafabihi Mahrus atau yang kerap disapa dengan panggilan KH. Kafabihi Mahrus Lirboyo Lahir di Kediri tanggal 2 September 1960. Beliau merupakan putra ke 12 dari 14 bersaudara dari pasangan KH. Mahrus Aly dan Ny. Hj Zainab. Beliau juga merupakan cucu dari pendiri Pondok Pesantren Lirboyo kota Kediri yaitu KH. Abdul Karim. . 67 26 300 211 189 408 373 156